Ujian yang (semoga) membuat sabar...

15 Des 2012

Setelah sekian lama Ashima tidak pernah sakit dan menginjakkan kaki di tempat praktek dokter... qodarulloh... dia terkena radang tenggorokan mengikuti sepupunya. Sehari setelah mengajaknya kontrol ke dsog, dia terserang demam. dua hari kami menunggu demamnya turun, dan tepat sore harinya accident itu terjadi. Di sore yang gerimis, aku meminta mas untuk mengambil alat di RS yang akan digunakan untuk mengambil sampel urine ashima. Besar kecurigaanku demamnya karena ISK karena beberapa bulan sebelumnya aku pernah
mengetesnya dan positif. Namun waktu itu dsa tidak memberi tindakan karena waktu gejalanya sudah reda dan ashima tidak demam. Namun kali ini demamnya cukup tinggi. Dua hari berturut2 aku tak dapat tidur. Menahan kantuk dan lelah teramat sangat. Ashima yanb panas tinggi sama sekali tidak mau lepas dariku. Minum ASInya bertambah banyak dan tidur maunya digendong. Dalam kondisi biasa mungkin aku bisa tahan, namun dalam keadaan hamil seperti ini aku merasa cukup kepayahan.


Di tengah demamnya yang tak kunjung turun, qodarulloh... sewaktu membuat teh untuk Ashima gelas berisi air panas yang kupegang pecah dan betapa terkejutnya aku melihat Ashima sudah berdiri menjerit kesakitan di belakangku. Masyaallaah... dengan panik aku menggendongnya dan memeriksa kakinya dan alangkah sedihnya aku melihat luka lepuhan yang membujur di pahanya. Aku ingin menangis melihatnya menangis kesakitan, namun berusaha kutahan sekuat tenaga. Akhirnya dengan penuh kepanikan aku dan mas melarikan Ashima ke rumah sakit. Ashima merengek-rengek di pangkuanku minta lukanya dikipasi. Sakit perut yang melanda tak kuhiraukan karena Ashima tidak mau digendong selain aku. Aku hanya bisa meminta maaf dalam hati, pada Ashima, pada bayiku yang masih di dalam perut. Pada calon bungsuku aku berbisik agar dia kuat bertahan sementara kelelahan yang melandaku luar biasa.

Selama dua hari Ashima terbaring tak berdaya, dengan luka dan demamnya yang tak juga turun meski sudah diberi obat oleh dokter. Sementara sakit perut sesekali menderaku, harap-harap cemas aku berdoa semoga anakku kuat bertahan di sana. Melihat Ashima, makanku tak berselera hanya sekedarnya, mungkin tak makan kalau tidak mengingat bayiku. Tidur tak nyenyak karena sepanjang malam Ashima terbangun minta dikipasi dan aku harus menjaga kakinya lebih ekstra agar lepuhannya tidak pecah.

Sakit tidak pernah membuat Ashima rewel, namun sakit kali ini benar-benar sakit sehingga dia menjadi rewel. Aku merawatnya sendirian karena mas harus bekerja lembur untuk mendapat ekstra penghasilan untuk pengobatan Ashima dan biaya kontrol kandunganku.

Di tengah kerewelannya tiba-tiba aku mendapat orderan. Alhamdulillaah, berarti ada sedikit tambahan bagi kami. Namun ternyata hal berikutnya tidak pernah kami duga dan bayangkan sedikit pun. Entah bagaimana ekspedisi memperlakukan paket itu. Sang pembeli melaporkan bahwa paket tersebut hancur dan bau. Aku sangat terpukul. Meski beliau mengatakan tidak masalah namun tersirat rasa tidak puas di sana. Jelas, siapa yang tidak jengkel paketnya rusak? Pembeli ini adalah salah seorang teman yang cukup kukenal. Baru kali ini aku mengalami begini. Paket itu pun bernilai cukup besar dan mungkin belasan kali transaksi baru aku bisa menggantinya. Namun beliau adalah temanku, aku tidak mau merusak ukhuwah hanya karena uang. Namun aku harus bagaimana? Yang bisa kulakukan saat itu hanyalah menangis, saat usahaku menanyakan keadaan paket itu dan meminta foto kerusakannya untuk kukomplainkan ke ekspedisi ditolak dengan kata-kata yang membuatku sangat sedih. Kadang aku berpikir, apakah sebaiknya aku tutp saja OS ini? Andai saja aku tidak memaksakan melayani ordernya di saat Ashima sakit, mungkin itu sudah tanda-tanda bahwa memang akan ada masalah. Namun aku berusaha menepisnya. Awalnya aku berniat mengganti seutuhnya, dan barang dikembalikan agar bisa kuobral di sini. Namun saat kutengok tabungan, dan hanya bisa menghela napas. Dan beliau pun mengatakan tidak sempat mengirim paketnya dan mengatakan tidak apa-apa dan aku jangan ngotot meski aku merasakan nada jengkel dalam tulisannya. Aku pun mengatakan, kalau barang bisa dikirim nanti uang akan kuusahakan kembali utuh. Namun kalau tidak bisa dikirim, aku hanya bisa memberi kompensasi. Bagaimana pun aku mengandalkan OS ini untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kami terutama untuk calon adiknya ashima. Jadi aku mengandalkan perputaran modal yang cepat. Jika barang dikirim balik dan bisa kujual tentu aku bisa mengganti kerugian beliau seutuhnya.

Aku berusaha semampu yang aku bisa. Aku berusaha mengganti kerugiannya karena aku membayangkan jika aku berada di posisinya. Aku berusaha menjelaskan dengan sabar, namun usahaku ditolak mentah-mentah dan beliau justru berprasangka kepadaku. Aku takut, hanya karena masalah ini Alloh akan murka padaku. Aku takut sudah medzalimi orang lain jika aku tidak berusaha menyelesaikan masalah ini, namun saat aku meminta nomor rekening, mengapa justru aku dituduh menyangka beliau komplain masalah kerusakan paket itu padaku hanya gara-gara uang? Padahal aku sama sekali tidak pernah berpikir sampai ke sana. Aku hanya memahami kejengkelannya karena paket rusak, dan aku berusaha bertanggung jawab sebagaimana yang aku bisa meski itu adalah kesalahan ekspedisi. Titik.

Aku masih terkenang-kenang saat kami bertemu dan ngobrol dengan akrab. Semua itu haruskah berakhir hanya karena salah paham ini? Semakin aku luruskan, kenapa semakin runyam jadinya. Semakin aku tuliskan, semakin aku ceritakan, hanya sakit, hanya sedih, hanya kecewa, hanya rasa tidak menyangka atas semua peristiwa ini. Benarlah perkataan bahwa mencari teman itu sulit, namun mencari musuh itu mudah. Berhari-hari tidurku tak nyenyak memikirkan masalah ini, hingga perut pun semakin sering kontraksi. Namun membaca pesan terakhirnya membuat tangisku tak tertahan dan tak bisa berhenti. Sakit sekali dengan tuduhan-tuduhan itu. Aku sama sekali tidak menyangka, bagaimana bisa beliau menuduhku seperti itu? Bahkan aku sama sekali tidak mengambil keuntungan, alias hanya sekedar membelikan barang ke supplier. Aku sudah bersedia menanggung kerugian, tapi seperti ini jadinya. Bahkan sebelum order aku sudah berpesan padanya untuk survei harga di kotanya untuk dibandingkan dengan harga di OS-ku, sampai akhirnya beliau tetap memutuskan untuk melanjutkan order.

Bagaimana pun, aku tidak ingin dan insyaallah tidak akan memutuskan ukhuwah, meski hati terasa amat sangat sakit. Semoga waktu bisa menyembuhkan dan membuatku melupakan. Namun tetap saja, aku kapok terlibat urusan jual beli dengan teman dekat, karena jika ada sedikit kesalahpahaman akan merusak hubungan baik. Karena masalah ini, semula aku memutuskan untuk menutup OS. Apa gunanya melanjutkan jika akhirnya aku kehilangan satu hubungan baik? Namun beberapa orang dekat menasehatiku untuk tidak menyerah. Ini hanya salah satu ujian. Lagipula aku membangun OS ini juga karena butuh, bukan sekedar main-main. Lalu bagaimana mungkin aku merusak apa yang sudah kuusahakan selama 1,5 tahun dan bagaimana usahaku yang sudah membangun hubungan baik dengan customer-customer lainnya? Meski amat sangat kecewa dengan sikap beliau, namun aku saat ini, selanjutnya insyaallah berusaha melupakan. Bahkan aku berjanji padanya untuk tidak menghubunginya lagi, meski hanya untuk meluruskan masalah. Sudah berkali-kali kucoba, malah semakin beliau berprasangka. Dituduh begitu, sungguh lebih menyakitkan daripada kehilangan uang berjuta-juta, seolah beliau belum mengenalku, seolah beliau belum pernah bertemu denganku hingga bisa menganggapku begitu. Ya, tapi sudahlah. Semoga ini menjadi pelajaran bagiku ke depan untuk tidak salah melangkah.

Sahabat dan saudariku, sungguh aku sangat bahagia menemukanmu di tengah hamparan gersang hidupku. Kalian bagaikan sebatang pohon rindang yang menaungiku dari teriknya mentari, membiarkanku dengan leluasa menghirup oksigen yang engkau hembuskan. Aku sangat bahagia bertemu kalian dan berdoa semoga Allah Ta’ala mengukuhkan ukhuwah ini, meski kita telah terpisah jarak dan waktu. Maafkanlah atas segala kesalahan yang aku perbuat sehingga tatkala aku mati, tidaklah aku meninggalkan kalian kecuali kalian dalam keadaan ridha kepadaku. Sungguh, aku sangat menyayangi kalian karena Allah Ta’ala...

3 komentar:

Anonim mengatakan...

ini mbak dewi - psikologi 04 kah?

Anonim mengatakan...

Sabar ya Dek. Semoga ujian ini menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat anti.

Salam hangat dari Riyadh untuk Dedek Naura.

Ella

si kecil mengatakan...

iriaslogo: iya, benar ^^
mba ela: jazakillaahu khairan mba, sekarang udah mencoba melupakan ^^

Posting Komentar