mengetesnya dan positif. Namun waktu itu dsa tidak memberi tindakan karena waktu gejalanya sudah reda dan ashima tidak demam. Namun kali ini demamnya cukup tinggi. Dua hari berturut2 aku tak dapat tidur. Menahan kantuk dan lelah teramat sangat. Ashima yanb panas tinggi sama sekali tidak mau lepas dariku. Minum ASInya bertambah banyak dan tidur maunya digendong. Dalam kondisi biasa mungkin aku bisa tahan, namun dalam keadaan hamil seperti ini aku merasa cukup kepayahan.
Di tengah
demamnya yang tak kunjung turun, qodarulloh... sewaktu membuat teh untuk Ashima
gelas berisi air panas yang kupegang pecah dan betapa terkejutnya aku melihat
Ashima sudah berdiri menjerit kesakitan di belakangku. Masyaallaah... dengan
panik aku menggendongnya dan memeriksa kakinya dan alangkah sedihnya aku
melihat luka lepuhan yang membujur di pahanya. Aku ingin menangis melihatnya
menangis kesakitan, namun berusaha kutahan sekuat tenaga. Akhirnya dengan penuh
kepanikan aku dan mas melarikan Ashima ke rumah sakit. Ashima merengek-rengek
di pangkuanku minta lukanya dikipasi. Sakit perut yang melanda tak kuhiraukan
karena Ashima tidak mau digendong selain aku. Aku hanya bisa meminta maaf dalam
hati, pada Ashima, pada bayiku yang masih di dalam perut. Pada calon bungsuku
aku berbisik agar dia kuat bertahan sementara kelelahan yang melandaku luar
biasa.
Selama dua hari
Ashima terbaring tak berdaya, dengan luka dan demamnya yang tak juga turun
meski sudah diberi obat oleh dokter. Sementara sakit perut sesekali menderaku,
harap-harap cemas aku berdoa semoga anakku kuat bertahan di sana. Melihat
Ashima, makanku tak berselera hanya sekedarnya, mungkin tak makan kalau tidak
mengingat bayiku. Tidur tak nyenyak karena sepanjang malam Ashima terbangun
minta dikipasi dan aku harus menjaga kakinya lebih ekstra agar lepuhannya tidak
pecah.
Sakit tidak
pernah membuat Ashima rewel, namun sakit kali ini benar-benar sakit sehingga
dia menjadi rewel. Aku merawatnya sendirian karena mas harus bekerja lembur
untuk mendapat ekstra penghasilan untuk pengobatan Ashima dan biaya kontrol
kandunganku.
Di tengah
kerewelannya tiba-tiba aku mendapat orderan. Alhamdulillaah, berarti ada
sedikit tambahan bagi kami. Namun ternyata hal berikutnya tidak pernah kami
duga dan bayangkan sedikit pun. Entah bagaimana ekspedisi memperlakukan paket
itu. Sang pembeli melaporkan bahwa paket tersebut hancur dan bau. Aku sangat
terpukul. Meski beliau mengatakan tidak masalah namun tersirat rasa tidak puas
di sana. Jelas, siapa yang tidak jengkel paketnya rusak? Pembeli ini adalah
salah seorang teman yang cukup kukenal. Baru kali ini aku mengalami begini.
Paket itu pun bernilai cukup besar dan mungkin belasan kali transaksi baru aku
bisa menggantinya. Namun beliau adalah temanku, aku tidak mau merusak ukhuwah
hanya karena uang. Namun aku harus bagaimana? Yang bisa kulakukan saat itu
hanyalah menangis, saat usahaku menanyakan keadaan paket itu dan meminta foto
kerusakannya untuk kukomplainkan ke ekspedisi ditolak dengan kata-kata yang
membuatku sangat sedih. Kadang aku berpikir, apakah sebaiknya aku tutp saja OS
ini? Andai saja aku tidak memaksakan melayani ordernya di saat Ashima sakit,
mungkin itu sudah tanda-tanda bahwa memang akan ada masalah. Namun aku berusaha
menepisnya. Awalnya aku berniat mengganti seutuhnya, dan barang dikembalikan
agar bisa kuobral di sini. Namun saat kutengok tabungan, dan hanya bisa
menghela napas. Dan beliau pun mengatakan tidak sempat mengirim paketnya dan
mengatakan tidak apa-apa dan aku jangan ngotot meski aku merasakan nada jengkel
dalam tulisannya. Aku pun mengatakan, kalau barang bisa dikirim nanti uang akan
kuusahakan kembali utuh. Namun kalau tidak bisa dikirim, aku hanya bisa memberi
kompensasi. Bagaimana pun aku mengandalkan OS ini untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kami terutama untuk calon adiknya ashima. Jadi aku mengandalkan
perputaran modal yang cepat. Jika barang dikirim balik dan bisa kujual tentu
aku bisa mengganti kerugian beliau seutuhnya.
Aku berusaha
semampu yang aku bisa. Aku berusaha mengganti kerugiannya karena aku
membayangkan jika aku berada di posisinya. Aku berusaha menjelaskan dengan
sabar, namun usahaku ditolak mentah-mentah dan beliau justru berprasangka
kepadaku. Aku takut, hanya karena masalah ini Alloh akan murka padaku. Aku
takut sudah medzalimi orang lain jika aku tidak berusaha menyelesaikan masalah
ini, namun saat aku meminta nomor rekening, mengapa justru aku dituduh
menyangka beliau komplain masalah kerusakan paket itu padaku hanya gara-gara
uang? Padahal aku sama sekali tidak pernah berpikir sampai ke sana. Aku hanya
memahami kejengkelannya karena paket rusak, dan aku berusaha bertanggung jawab
sebagaimana yang aku bisa meski itu adalah kesalahan ekspedisi. Titik.
Aku masih
terkenang-kenang saat kami bertemu dan ngobrol dengan akrab. Semua itu haruskah
berakhir hanya karena salah paham ini? Semakin aku luruskan, kenapa semakin
runyam jadinya. Semakin aku tuliskan, semakin aku ceritakan, hanya sakit, hanya
sedih, hanya kecewa, hanya rasa tidak menyangka atas semua peristiwa ini.
Benarlah perkataan bahwa mencari teman itu sulit, namun mencari musuh itu
mudah. Berhari-hari tidurku tak nyenyak memikirkan masalah ini, hingga perut
pun semakin sering kontraksi. Namun membaca pesan terakhirnya membuat tangisku
tak tertahan dan tak bisa berhenti. Sakit sekali dengan tuduhan-tuduhan itu. Aku
sama sekali tidak menyangka, bagaimana bisa beliau menuduhku seperti itu? Bahkan
aku sama sekali tidak mengambil keuntungan, alias hanya sekedar membelikan
barang ke supplier. Aku sudah bersedia menanggung kerugian, tapi seperti ini
jadinya. Bahkan sebelum order aku sudah berpesan padanya untuk survei harga di
kotanya untuk dibandingkan dengan harga di OS-ku, sampai akhirnya beliau tetap
memutuskan untuk melanjutkan order.
Bagaimana pun,
aku tidak ingin dan insyaallah tidak akan memutuskan ukhuwah, meski hati terasa
amat sangat sakit. Semoga waktu bisa menyembuhkan dan membuatku melupakan. Namun
tetap saja, aku kapok terlibat urusan jual beli dengan teman dekat, karena jika
ada sedikit kesalahpahaman akan merusak hubungan baik. Karena masalah ini,
semula aku memutuskan untuk menutup OS. Apa gunanya melanjutkan jika akhirnya
aku kehilangan satu hubungan baik? Namun beberapa orang dekat menasehatiku
untuk tidak menyerah. Ini hanya salah satu ujian. Lagipula aku membangun OS ini
juga karena butuh, bukan sekedar main-main. Lalu bagaimana mungkin aku merusak
apa yang sudah kuusahakan selama 1,5 tahun dan bagaimana usahaku yang sudah membangun
hubungan baik dengan customer-customer lainnya? Meski amat sangat kecewa dengan
sikap beliau, namun aku saat ini, selanjutnya insyaallah berusaha melupakan. Bahkan
aku berjanji padanya untuk tidak menghubunginya lagi, meski hanya untuk
meluruskan masalah. Sudah berkali-kali kucoba, malah semakin beliau
berprasangka. Dituduh begitu, sungguh lebih menyakitkan daripada kehilangan
uang berjuta-juta, seolah beliau belum mengenalku, seolah beliau belum pernah
bertemu denganku hingga bisa menganggapku begitu. Ya, tapi sudahlah. Semoga ini
menjadi pelajaran bagiku ke depan untuk tidak salah melangkah.
Sahabat dan
saudariku, sungguh aku sangat bahagia menemukanmu di tengah hamparan gersang
hidupku. Kalian bagaikan sebatang pohon rindang yang menaungiku dari teriknya
mentari, membiarkanku dengan leluasa menghirup oksigen yang engkau hembuskan. Aku
sangat bahagia bertemu kalian dan berdoa semoga Allah Ta’ala mengukuhkan
ukhuwah ini, meski kita telah terpisah jarak dan waktu. Maafkanlah atas segala
kesalahan yang aku perbuat sehingga tatkala aku mati, tidaklah aku meninggalkan
kalian kecuali kalian dalam keadaan ridha kepadaku. Sungguh, aku sangat
menyayangi kalian karena Allah Ta’ala...
3 komentar:
ini mbak dewi - psikologi 04 kah?
Sabar ya Dek. Semoga ujian ini menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat anti.
Salam hangat dari Riyadh untuk Dedek Naura.
Ella
iriaslogo: iya, benar ^^
mba ela: jazakillaahu khairan mba, sekarang udah mencoba melupakan ^^
Posting Komentar