Naura Ashima

16 Feb 2011

Ini adalah sebuah cerita tentang proses kehadiran gadis mungilku, Naura. Rasanya masih tak percaya kalau aku sekarang sudah menjadi ibu. Sungguh suatu berkah yang luar biasa diamanahi bayi mungil ini oleh-Nya. Akhirnya setelah menunggu 17 bulan ditambah 9 bulan dalam kandungan, Naura-ku bisa kami timang, bisa kami belai, bisa kami peluk…

Aku memutuskan pulang ke rumah orang tuaku pada tanggal 22 Januari 2011. Setelah melobi suami, akhirnya kami sepakat bahwa aku akan melahirkan di tempat orang tuaku. Setiap akhir pekan maz selalu menjengukku. Awalnya terasa berat berpisah dengan maz meski hanya untuk satu minggu. Yah, tapi ini memang konsekuensi dari keputusan yang aku ambil. Dengan hati penuh harap, aku hanya bias pasrah, semoga sewaktu melahirkan nanti maz bias mendampingiku. Meski sudah ada ibu, rasanya tetap janggal bila maz tak ada. Hehe.. dasar manja! ^-^

Pada tanggal 22 Januari itu aku masih sempat tour de lava di Cangkringan bersama suami, kakak, mertua serta bapak-ibu. Belum puas juga, akhirnya kami juga jalan-jalan melihat banjir lahar dingin di Jumoyo. Qodarulloh, rumah orang tuaku tidak jauh dari sana. Belum puas lagi, aku masih mengajak maz jalan-jalan di desa, padahal untuk berjalan sudah sangat berat. Sebentar-sebentar aku harus berhenti dan istirahat. Sebenarnya aku sengaja melakukannya untuk memicu kontraksi, karena aku ingin melahirkan di usia 37 minggu. Aku khawatir dengan pertambahan BB yang sampai naik 18 kg! Huhu… ternyata selama ini timbangan di rumah nggak valid. Jadi waktu control ke dr. Dyah sempat shock waktu ditimbang. Leganya, BB si kecil masih 2,8 kg jadi bias lahir normal. Waktu itu posisinya juga sudah bagus karena sudah turun ke panggul. Alhamdulillaah, lega banget rasanya.

Selama beberapa hari aku semakin sering mengalami Braxton hicks. Tapi yang membuatku ingin segera melahirkan si kecil adalah derita sakit pinggang yang setiap malam kurasakan. Hampir setiap malam aku nggak bias tidur karena pinggang kiri terasa panas dan pegal.
Tanggal 1 Februari jam 4 pagi, aku merasa nyeri perut seperti nyeri haid tapi lebih sakit. Namun aku tetap memaksakan diri untuk tidur karena waktu itu memang semalaman aku nggak bias tidur. Setelah sholat subuh aku tidur lagi. Sebenarnya tidur setelah sholat subuh hukumnya makruh, tapi tubuhku waktu itu sangat lemas sekali. Jam 5.30 aku ke kamar mandi dan kaget banget karena ternyata ada darah yang menetes. Aku panic. Meski berharap untuk melahirkan di minggu ke 37, ternyata masuk minggu ke 38 aku masih belum siap. Apalagi aku benar-benar masih belum bisa membedakan yang namanya kontraksi pembukaan itu seperti apa. Saat itu aku sama sekali nggak merasa mulas, jadi aku justru semakin panik. Hatiku cemas tak karuan khawatir terjadi apa-apa dengan anakku.

Diantar ibu, kami naik motor ke Klinik Widuri. Aku menelepon maz dan bilang kalau aku pendarahan. Maz kusuruh siap-siap berangkat, karena perjalanan Bumiayu-Jogja memakan waktu 5-6 jam. Alhamdulillaah, waktu itu maz belum berangkat kerja, jadi bias segera siap-siap. Dan benarlah, sampai Widuri aku diperiksa dan ternyata sudah pembukaan 2. Aku disuruh langsung rawat inap di sana. Aku masih bias berjalan-jalan sampai maz dating. Jam 9 malam kontraksi semakin sering dan semakin sakit. Maz terus mengusap-usap punggungku. Percaya atau nggak, hal itu cukup mengurangi rasa nyerinya. Selama menunggu pembukaan lengkap, aku masih berusaha berjalan-jalan ditemani maz. Namun semakin lama kontraksi semakin kuat sampai berjalan pun aku harus dipapah maz. Akhirnya jam 10 malam aku memutuskan menunggu di kamar. Berbaring di kasur bukannya memperingan justru semakin membuatku merasa sakit. Kasihan juga melihat maz yang tak berhenti mengusap-usap aku.
Jam 10.15 rasa sakit semakin menjadi. Aku berusaha menerapkan pernapasan persalinan, namun entah kenapa tak banyak membantu. Aku hanya bisa berdzikir seingatku dan bila sudah sangat tak tertahankan aku hanya bisa memukul-mukulkan tanganku ke dinding,
Jam 10.30 akhirnya aku memutuskan pindah ke ruang bersalin. Sebenarnya aku nggak mau cepat-cepat pindah dan terlalu sering diperiksa sudah pembukaan berapa, karena pemeriksaan itu rasanya juga sakit! >-<
Setelah diperiksa ternyata masih pembukaan 4. Kontraksi semakin sering dan semakin sakit. Saat itu sudah bukan nyeri saja yang kurasakan, namun sudah bercampur keinginan mengejan yang kuat. Waktu seperti berjalan sangat lama. Aku terus meminta bidan mengecek sudah pembukaan berapa. Bidan-bidan jaga terus berusaha menyabarkan aku. Maz, ibu dan mamah terus mendampingi aku dan nggak berhenti memijat dan mengusap-usap tubuhku agar rasa sakit berkurang.
Awalnya aku mebayangkan bias melewati proses persalinan tanpa merengek dan tetap tenang. Hmm.. tapi ternyata itu sulit…
Setiap kali dating kontraksi, aku meremas tangan ibu yang ada di sampingku. Ibu terus membisikkan agar aku kuat dan mengingatkan untuk berdzikir. Maz juga tak berhenti mengusap-usap punggungku *belakangan beliau bilang tangannya sampai mati rasa ^^*
Setiap kali menahan mengejan, ketubanku rembes sampai akhirnya kain yang untuk bersalin basah padahal proses bersalin masih lama. Aku juga muntah-muntah banyak sekali sampai akhirnya harus diinfus.
Aku sangat lelah dan mengantuk. Begitu juga dengan semua yang terlibat dalam proses persalinanku malam itu. Kami semua lelah, tapi pembukaan tak juga bertambah. Akhirnya setiap jeda kontraksi aku tidur dan ketika kontraksi datang aku hanya bias berkata laa khaula wa laa quwwata illa billaah *maksudnya berkata dengan keras nggak cuma berbisik karena sambil nahan sakit*. Saat itu ibu bilang, “terus berdzikir, ndhuk. Ingat kebahagiaan yang akan kamu rasakan ketika bayinya sudah lahir nanti.” Maz juga terus membelai-belai kepalaku dan berbisik, “ayo yank, kamu pasti bisa. Kamu pasti kuat.” Sementara mamah juga nggak berhenti memijat-mijat kakiku. Dan aku? Teori hypnobirthing yang kudapat seperti menguap entah kemana. Yang tersisa saat itu hanya teori pernapasan yang memang banyak kulatih dengan senam hamil di rumah dulu.
Setiap kali jeda kontraksi aku bertanya pada bidan, boleh mengejan nggak? Begitu terus pertanyaan yang kulontarkan sampai bidan yang akan menangani persalinanku berkata, “sudah pingin banget mengejan ya?” waktu aku mengangguk, bidannya bilang “tahan dulu ya, nanti kalau sudah nggak tahan banget, boleh mengejan kalau sudah pembukaan 8-9.” Dalam hati aku mengeluh (benar-benar mengeluh), kenapa proses pembukaannya lama banget?
Selama proses persalinan aku sempat berganti posisi dari berbaring miring ke posisi duduk karena kalau duduk keinginan mengejan berkurang. Tapi ternyata justru keinginan itulah yang menyebabkan terjadinya pembukaan. Oh.. jadi itu salah satu sebabnya kenapa pembukaanku berlangsung lama. Akhirnya aku pasrah berada dalam posisi miring dan nungging untuk mempercepat pembukaan. Dan betapa leganya ketika bidan menyuruhku terlentang dan membolehkan untuk mengejan. Langsung sekuat tenaga aku mengejan begitu kontraksi datang. Ketuban yang keluar sudah luar biasa banyak, dan ternyata di dalam rahim juga masih banyak. Mungkin waktu itu aku hyperamnion, jadi ketubanku menonjol. Nah, karena ketuban menonjol inilah yang menyebabkan keinginan mengejan lebih besar dibanding bumil dengan ketuban tidak menonjol. Aku juga kaget sewaktu bidan tiba-tiba bilang kalau posisi bayiku masih tinggi. Aku hanya bias berdoa dan berusaha mengejan sekuat tenaga. Jangan sampai SC, karena dokter di klinik itu juga laki-laki, jadi kalau SC aku harus lari ke Sakina.
Beberapa kali mengejan, kepala bayiku sudah terlihat, namun tertarik masuk lagi. Maz sampai bilang, “ayo de, kepalanya udah kelihatan!” Mendengar berita itu, semangatku langsung timbul lagi. Meski setiap kali mengejan, tenagaku berkurang, tapi aku berusaha mengejan sekuat tenaga kali ini. Sampai akhirnya bidan utama menyuruh dua bidan pendampingnya untuk mendorong perutku sewaktu aku mengejan. Dalam benakku waktu itu hanya terpikir agar anakku segera keluar, jadi aku mengejan sekuat tenaga. Sampai akhirnya aku merasa ada benda besar licin yang keluar *hehe… kaya’ apa aja deh*. Lega luar biasa! ^-^ samar-samar aku melihat suamiku mengusap matanya *hehe… nangis to ^-^* rupanya beliau terharu. Katanya waktu itu beliau khawatir kalau aku nggak kuat, bias-bisa kehilangan kedua-duanya *aku dan si kecil*.

Sudah berakhir? Ternyata belum. Proses penjahitan lebih sakit daripada yang kudengar dari orang-orang. Kemungkinan biusnya kurang, jadi aku sampai harus mengaduh-aduh dan merangkul leher maz karena sakitnya. Percaya atau nggak, justru proses penjahitan inilah yang membuatku trauma ^^

Begitu lahir, anakku langsung disedot karena tidak langsung menangis dan banyak lender di hidungnya. Bahkan dia dioksigen dan harus diinkubator. Geli juga kalu ingat BB Naura yang 3,6 kg kok bisa masuk inkubator ^-^

Keinginan untuk IMD juga tidak bisa terlaksana karena Naura masih belum mau menghisap dan bidan jaga meminta *setengah maksa?* agar Naura minum susu formula dulu sampai ASI-ku keluar banyak *waktu itu masih sedikit, jadi Naura nggak mau*. Berhubung aku sudah sangat lelah dan masih diinfus, akhirnya *dengan penuh penyesalan* aku mengijinkan Naura diberi susu formula *maafin ibu ya,nak*. Tapi akhirnya sampai detik ini Naura akhirnya bisa minum ASI. Insyaalloh sampai usia 2 tahun ya, Nak…

Dan sampai keluar klinik, Naura belumlah bernama Naura karena ayah-ibunya masih bingung mencari nama perempuan yang pas. Sampai hari ketiga barulah Naura mendapat nama Naura Ashima *ini ayahnya yang memberi nama*
Naura = sejenis bunga
Ashima = yang dapat menjaga diri dari kemaksiatan
Dan itulah nama putri kecilku… Naura Ashima. Semoga menjadi anak yang sholihah.

9 komentar:

umminya ahmad mengatakan...

assalamu'alaykum
ini dewi iparnya lifa-kah?
salam kenal

si kecil mengatakan...

wa'alaikumussalaam..
iya mba. ini mba zulfa ya? hehe.. mba lupa ya? kita dulu pernah kenalan di RI. ana yg temen dekatnya mba nina yg kuliah di psikologi (dulu kan ikut BADARnya mba & sering main ke Sakina bareng Anik)

mutia mengatakan...

benda besar nan licin hehehe...
masyaallah... semoga naura jadi putri yang sholihah ya nak^^

si kecil mengatakan...

aamiin.. jazaakillaahu khoiron ammah muti ^^

cizkah mengatakan...

wah...sama kaya ziyad dulu, padahal sebenernya gpp lo dewi gak di kasi ASI dulu pas baru lair gitu, makanya juga tahnik diberi segera.

Dulu tapi bacaanya kurang, jadinya pas malem2. Ziyad juga dikasih formula, tapi ya sekali itu tok.

Mgkn jahitannya terasa sakit krn dari awal Dewi memang mengharapkan gak dijahit ya wi hihi...(telat ya komentarnya), baru semept baca2 ni

si kecil mengatakan...

iya mba, memang bayi baru lahir kuat nggak minum sampai 3 hari (tapi karena energi udah terkuras habis jadi males buat berdebat waktu itu). Naura juga pertama lahir langsung ditahnik mba (jadi agak terhibur juga). tapi memang beneran sakit banget proses penjahitannya, serasa nggak dibius mba (kemungkinan memang biusnya kurang). kerasa banget sakit ditusuk-tusuk jarumnya.

si kecil mengatakan...

iya mba sis, alhamdulillaah Naura juga ditahnik, makanya agak lega sedikit.
kalau soal jahitan.. Naura bisa keluar dengan sehat dan selamat aja sudah lega dan bersyukur luar biasa (soalnya waktu persalinan rasanya susah banget ngeluarinnya). itu njahitnya memang biusnya kurang mba, makanya tusukan demi tusukan jarumnya kerasa banget ^^

Ummu Syifa Jauza mengatakan...

Wow 3,6 kg Wi? Kok bisa ya, penjuru kecil ngelahirin segedhe gitu hehehe

Btw kalo baca nama Naura Ashima kok bayanganku langsung kaya japanese gitu ya? :D

si kecil mengatakan...

hihi.. iya fit, maklum aja hamil nggak pake morning sickness ya semuanya masuk ^^
itu ayahnya yg kasih nama. kalo arabnya "nauroh 'ashimah" gitu ^^

Posting Komentar