Tindik? Hmm...

2 Mar 2011

Punya anak perempuan memang butuh mental baja. Sejak Naura masih di dalam kandungan, neneknya Naura sudah berkata, "Ibu sudah menyiapkan anting buat anakmu. Besok begitu lahir langsung minta tindik aja."
Hehe... secara aku juga sudah ditindik sejak kecil dan nggak merasakan sakit, aku sanggupi saja permintaan ibu. Aku pikir mudah aja bagiku mengantar Naura tindik begitu dia lahir nanti. Ternyata begitu Naura lahir, insting seorang ibu begitu mendominasi keseharianku.
Ketika Naura sempat ada problem di matanya, hatiku langsung sedih dan sudah ingin menangis. Mungkin karena aku nggak didampingi maz, jadi terasa banget kalau terjadi sesuatu dengan Naura. Memang di sini ada ibu dan bapak, but it would be different for me.

Akhirnya, Naura lahir dan tepat di usia 3 minggu putriku ditindik. Aku nggak tega menemani Naura tindik, maz juga nggak berani -meski katanya mau merekam waktu Naura tindik- makanya kami mengajak ibu dan mamah untuk memegang Naura waktu tindik. Tapi apa yang terjadi??
Begitu selesai mendaftar, Naura langsung dibedong supaya tangannya nggak mengganggu -bedongnya pinjam klinik karena kami sama sekali nggak kepikiran buat bawa bedong-. Aku langsung menyingkir. Takut, sedih melihat Naura yang mau ditindik -rasanya seperti anakku mau disiksa-. Tiga orang perawat langsung membawanya ke kamar. Ibu yang semula yakin banget mau menemani Naura, langsung lari keluar sambil menutup telinga -nggak tega juga kan akhirnya? ^^-
Mamah apalagi. Sejak awal kelihatan banget kalau nggak tega. Maz? Maz sama aja, malah sibuk ngurus surat keterangan lahir Naura -katanya mau ngrekam?? ^^-

Aku deg-degan menunggu tangis Naura. Ingat sama keponakanku yang dulu telinganya berdarah-darah selesai ditindik. Itu di usia 1 tahunan. Ini anakku yang mungil, masih belum genap 1 bulan, harus ditusuk telinganya... hiks... hiks...
Begitu ditindik -aku tidak tau gimana kronologis penindikannya-, Naura langsung nangis kenceng banget. Mendengar tangisannya aku jadi ingin menangis. Sekuat tenaga aku menahan supaya air mataku tidak keluar meski mataku sudah berkaca-kaca. Malu dong, secara di tempat itu banyak bidan dan perawat. Hehe...
Begitu selesai proses penindikan, aku langsung disuruh perawat untuk menyusui Naura. Uhh... siapa bilang tindik itu nggak berdarah? Melihat telinga Naura yang sudah terpasang anting itu, mataku hanya menangkap darahnya yang masih keluar. Huhu... Nauraku cantik... maafkan ibu ya Nak, sudah melubangi telingamu itu.... T-T
Aku menyusui Naura sambil sibuk meminta maaf dan menghiburnya -entah dia mengerti atau nggak apa yang kukatakan- sedangkan suamiku sibuk memuji putrinya yang telinganya masih berdarah itu, "Cantiknya ayah... Sakit ya sayang? Perempuan itu ya gitu, pakai anting. Sakit sedikit nggak apa-apa ya?" Habis menyusu, Naura akhirnya diam meski masih sesegukan. Beberapa waktu kemudian, akhirnya darahnya berhenti. Kata perawat, perawatannya hanya diolesi baby oil dan antingnya diputer-puter.
Masih trauma, aku bilang sama maz, "Maz, semoga anak kedua laki-laki aja ya? Jadi nggak harus nindik." Tapi kan tetep harus nyunatin ya?? ^-^ (serahkan aja sama yang lebih capable alias si maz. Hehe...)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

huhuhuhu... dewi nakut2i aja niih... rencananya ana mau nindik telinga nih... dah luamaaaa bgt ga pake anting... mungkin terakhir kali SMP kelas 1 apa ya..

Skrg telinganya dah nutup lagi... gara2 dulu yg nindik juga ga bagus... padahal skrg suami pengen ana pake anting :D

hiks... beauty emg bnr2 pain >.<

si kecil mengatakan...

fatim, kan di RS Hermina tindik udah pake metode tembak apa ya *katanya kaya' disuntik gitu rasanya*? jadi nggak sesakit di kliniknya Naura yang masih pake metode manual. Katanya bisa juga nindik di toko mas pake metode tembak, tapi soal strerilitas alatnya masih perlu info lebih lengkap.

Posting Komentar