Sebagai seorang muslim, semua jalan keluar telah
diberikan oleh agama islam. Oleh karena itu kami berupaya kembali kepada Allah
dan rasul-Nya.
فَإِن
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),”
[An-Nisa-59]
Sebelumnya kami ingin menyampaikan bahwa imunisasi dan
vaksinasi adalah suatu hal yang berbeda dimana sering terjadi kerancuan.
-Imunisasi:
pemindahan atau transfer antibodi [bahasa awam: daya tahan tubuh] secara pasif.
Antibodi diperoleh dari komponen plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit
tertentu.
-Vaksinasi:
pemberian vaksin [antigen dari virus/bakteri] yang dapat merangsang imunitas
[antibodi] dari sistem imun di dalam tubuh. Semacam memberi “infeksi ringan”.
[Pedoman Imunisasi di Indonesia hal. 7, cetakan ketiga,
2008, penerbit Depkes]
Pro-kontra imunisasi dan vaksin
Jika membaca yang pro, kita ada kecendrungan hati
mendukung. Kemudian jika membaca yang kontra, bisa berubah lagi. Berikut kami
sajikan pendapat dari masing-masing pihak dari informasi yang kami kumpulkan.
Pendapat
yang kontra:
- Vaksin haram karena menggunakan media
ginjal kera, babi, aborsi bayi, darah orang yang tertular penyakit infeksi
yang notabene pengguna alkohol, obat bius, dan
lain-lain. Ini semua haram dipakai secara syari’at.
- Efek samping yang membahayakan karena mengandung
mercuri, thimerosal, aluminium,
benzetonium klorida, dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan memicu autisme,
cacat otak, dan lain-lain.
- Lebih banyak bahayanya daripada
manfaatnya, banyak efek sampingnya.
- Kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada
setiap orang. Sekarang tinggal bagaimana menjaganya dan bergaya hidup
sehat.
- Konspirasi dan akal-akalan negara barat untuk memperbodoh
dan meracuni negara berkembang dan negara muslim dengan menghancurkan
generasi muda mereka.
- Bisnis besar di balik program imunisasi bagi mereka yang berkepentingan. Mengambil
uang orang-orang muslim.
- Menyingkirkan metode pengobatan dan
pencegahan dari negara-negara berkembang dan negara muslim seperti minum
madu, minyak zaitun, kurma, dan habbatussauda.
- Adanya ilmuwan yang menentang teori
imunisasi dan vaksinasi.
- Adanya beberapa laporan bahwa anak mereka
yang tidak di-imunisasi masih tetap sehat, dan justru lebih sehat dari anak
yang di-imunisasi.
Pendapat
yang pro:
- Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena
telah banyak kasus ibu hamil membawa virus Toksoplasma, Rubella, Hepatitis
B yang membahayakan ibu dan janin. Bahkan bisa menyebabkan bayi baru lahir
langsung meninggal. Dan bisa dicegah dengan vaksin.
- Vaksinasi penting dilakukan untuk
mencegah penyakit infeksi berkembang menjadi wabah seperti kolera, difteri,
dan polio. Apalagi saat ini berkembang virus flu burung yg telah mewabah.
Hal ini menimbulkam keresahan bagi petugas kesahatan yang menangani. Jika
tidak ada, mereka tidak akan mau dekat-dekat. Juga meresahkan masyarakat
sekitar.
- Walaupun kekebalan tubuh sudah ada, akan
tetapi kita hidup di negara berkembang yang notabene standar kesehatan
lingkungan masih rendah. Apalagi pola hidup di zaman modern. Belum lagi kita
tidak bisa menjaga gaya hidup sehat. Maka untuk antisipasi terpapar
penyakit infeksi, perlu dilakukan vaksinasi.
- Efek samping yang membahayakan bisa kita
minimalisasi dengan tanggap terhadap kondisi ketika hendak imunisasi dan lebih
banyak cari tahu jenis-jenis merk vaksin serta jadwal yang benar sesuai
kondisi setiap orang.
- Jangan hanya percaya isu-isu tidak jelas
dan tidak ilmiah. Contohnya vaksinasi MMR menyebabkan autis. Padahal hasil
penelitian lain yang lebih tersistem dan dengan metodologi yang benar, kasus
autis itu ternyata banyak penyebabnya. Penyebab autis itu multifaktor (banyak faktor yang berpengaruh) dan
penyebab utamanya masih harus diteliti.
- Jika ini memang konspirasi atau
akal-akalan negara barat, mereka pun terjadi pro-kontra juga. Terutama
vaksin MMR. Disana juga sempat ribut dan akhirnya diberi kebebasan
memilih. Sampai sekarang negara barat juga tetap memberlakukan vaksin
sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakatnya.
- Mengapa beberapa negara barat ada yang tidak
lagi menggunakan vaksinasi tertentu atau tidak sama sekali? Karena standar
kesehatan mereka sudah lebih tinggi, lingkungan bersih, epidemik (wabah) penyakit
infeksi sudah diberantas, kesadaran dan pendidikan hidup sehatnya tinggi.
Mereka sudah mengkonsumsi sayuran organik. Bandingkan dengan negara
berkembang. Sayuran dan buah penuh dengan pestisida jika tidak bersih dicuci.
Makanan dengan zat pengawet, pewarna, pemanis buatan, mie instant, dan
lain-lain. Dan perlu diketahui jika kita mau masuk ke beberapa negara maju,
kita wajib divaksin dengan vaksin jenis tertentu. Karena mereka juga tidak
ingin mendapatkan kiriman penyakit dari negara kita.
- Ada beberapa fatwa halal dan bolehnya
imunisasi. Ada juga sanggahan bahwa vaksin halal karena hanya sekedar
katalisator dan tidak menjadi bagian vaksinContohnya Fatwa MUI yang
menyatakan halal. Dan jika memang benar haram, maka tetap diperbolehkan
karena mengingat keadaan darurat, daripada penyakit infeksi mewabah di
negara kita. Harus segera dicegah karena sudah banyak yang terjangkit polio,
Hepatitis B, dan TBC.
Terlepas dari itu semua, kami tidak bisa memastikan dan
mengklaim 100% pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah. Kami hanya ingin
membagi kelegaan hati kami berkaitan dengan syari’at. Berikut kami sajikan
bagaimana proses dari kebingungan kami menuju sebuah kelegaan karena kami hanya
ingin sekedar berbagi.
Kewajiban taat terhadap pemerintah/waliyul ‘amr
Hal ini berkaitan dengan program “wajib” pemerintah
berkaitan dengan imunisasi -yang kita kenal dengan PPI [Program Pengembangan
Imunisasi]- di mana ada lima vaksin yang menjadi imunisasi “wajib”.
Sudah menjadi aqidah ahlus sunnah wal jamaah
bahwa kita wajib mentaati pemerintah. Berikut kami sampaikan dalil-dalil yang
ringkas saja.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ
مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah
Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” [An Nisa’: 59]
Kita wajib taat kepada pemerintah baik dalam hal yang
sesuai dengan syari’at maupun yang mubah, misalnya taat terhadap lampu lalu
lintas dan aturan di jalan raya. Jika tidak, maka kita berdosa. Bahkan jika
pemerintah melakukan sesuatu yang mendzalimi kita, kita harus bersabar. Kita
tidak boleh melawan pemerintah dengan melakukan demonstrasi apalagi melakukan
kudeta dan pemberontakan karena lebih besar bahayanya dan juga akan menumpahkan
darah sesama kaum muslimin.
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiallahu ‘anhu Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
كُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ
بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ
قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ
وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang
tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu) dan tidak pula melaksanakan sunnahku
(dalam amal). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya
adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.“
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan taat kepada pemimpinmu, walaupun mereka memukul punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” [HR. Muslim no. 1847]
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan taat kepada pemimpinmu, walaupun mereka memukul punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” [HR. Muslim no. 1847]
Kita baru diperbolehkan untuk tidak taat jika melihat pemerintah berada pada
kekufuran yang nyata, jelas, dan bukan kekufuran yang dicari-cari dan
dibuat-buat.
سمعوا وأطيعوا،
إلا أن تروا كفراً بواحاً عندكم عليه من الله برهان
“Mendengar dan taatlah
kalian (kepada pemerintah kalian), kecuali bila kalian melihat kekafiran
yang nyata dan kalian memiliki buktinya di hadapan Allah.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Jika ada yang
mengatakan bahwa pemerintah sekarang kafir atau bukan negara Islam sehingga
tidak perlu taat, maka kami sarankan untuk banyak menelaah kitab-kitab aqidah
para ulama. Karena bisa jadi tuduhan itu kembali kepada yang menuduh. Kemudian
perlu kita bedakan antara pemerintah yang tidak bisa
menjalankan hukum syariat dan masih menganggap baik hukum Islam. Dan di antara bukti negeri tersebut masih
muslim adalah masih membebaskan dijalankan syari'at-syari'at yang bersifat jama'i
seperti adzan, shalat berjama'ah dan shalat 'ied.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
وَمَنْ دَعَا
رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللَّهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ
عَلَيْهِ
“Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan panggilan
“kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu akan
kembali kepada penuduh.” [HR. Bukhari no. 3317, 5698,
dan Muslim no. 214.]
Inilah yang agak mengusik hati kami, yaitu jika kita
tidak mengikuti program imunisasi maka akan menyebabkan berdosa, karena
pemerintah mengatakan “wajib”.
Walaupun hal ini bisa dibantah bagi mereka yang kontra,
karena bahannya yang haram dan bisa merusak tubuh. Sehingga dalam hal ini pemerintah tidak perlu
ditaati. Karena kita dilarang merusak tubuh kita sendiri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُلْقُواْ
بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan” [Al-Baqarah: 195]
Sesuai dengan kaidah dari hadits Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam,
لاَ طَاعَةَ فِى
مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat
(kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” [HR. Bukhari no. 7257]
Namun, kami berusaha mencari-cari lagi apa yang dimaksud
dengan “wajib” oleh pemerintah agar lebih menentramkan dan keluar dari
perbedaan pendapat.
Wajib imunisasi bukan wajib secara mutlak
Secara ringkas, wallahu a’lam, yang kami dapatkan
bahwa pernyataan “wajib” pemerintah di sini bukanlah wajib secara mutlak dalam
pelaksanaannya. Sebagaimana wajib, ada yang wajib ‘ain dan wajib kifayah.
wajib Karena ada beberapa alasan.
1. Memang ada UU no. 4 tahun 1894 tentang wabah penyakit menular dan
secara tidak langsung imunisasi masuk di sini karena salah satu peran imunisasi
adalah memberantas wabah. Bisa dilihat di: : http://medbook.or.id/news/other/170-uu-no-4-tahun-1984
Ancaman bagi yang tidak mendukungnya, bisa dihukum penjara dan denda.
Akan tetapi, pemerintah juga masih kurang
konsisten dalam menerapkan hukuman ini. Bisa dilihat pernyataan salah satu
pemimpin kita.
"Kita tidak bisa memberikan sanksi
hukuman, tetapi kita hanya bisa menghimbau kepada aparat, ibu-ibu, LSM,
majelis taklim, ketua RT, dan lurah, agar menggerakkan warganya ke pos-pos
imunisasi. Mudah-mudahan Jakarta bebas polio,,"
Walaupun sumber tersebut tahun 2005, tetapi
ini menunjukkan setidaknya pemerintah pernah tidak konsisten.
2. Belum ada peraturan pemerintah atau undang-undang khusus yang mengatur
secara jelas, tegas, dan shorih tentang kewajiban imunisasi, hukuman,
serta kejelasan penerapan hukuman.
3. Kalaupun mewajibkan lima imunisasi termasuk polio, maka bagaimana
dengan daerah yang terpencil, daerah yang tidak mendapatkan pasokan imunisasi
seperti beberapa daerah di Papua? Apakah mereka dipenjara semua? Atau didenda
semua? Haruskah mereka mencari-cari ke daerah yang ada imunisasi dan vaksin?
Bagimana dengan yang tidak mampu membayar
imunisasi? Karena pemerintah belum menggratiskan secara menyeluruh imunisasi.
Walaupun ada yang murah, tetapi tetap saja ada penduduk yang untuk makan sesuap
nasi saja sulit. Apakah orang miskin-papa seperti mereka harus dipenjara atau
didenda karena tidak imunisasi?
4. Sampai sekarang, wallahu a’lam, kami belum pernah mendengar ada
kasus orang yang dihukum penjara atau denda hanya karena anaknya belum atau
tidak diimunisasi.
5. Cukup banyak mereka yang kontra imunisasi dan vaksin baik individu, LSM,
atau organisai tertentu mengeluarkan pendapat menolak imunisasi padahal ini
sangat bertentangan dengan pemerintah. Bahkan mereka menghimbau bahkan memprovokasi
agar tidak melakukan imunisasi. Tetapi, wallahu a’lam, kami tidak
melihat tindak tegas pemerintah terhadap mereka.
Atau kita bisa menganalogikan dengan program “WAJIB
belajar sembilan tahun”. Maka semua orang tahu bahwa “wajib “ di sini tidak
bermakna wajib secara mutlak.
Maka kesimpulan yang kami ambil:
Imunisasi dan vaksin
mubah, silahkan jika ingin melakukan imunisasi jika sesuai dengan keyakinan.
Silahkan juga jika menolak imunisasi sesuai dengan keyakinan dan hal ini tidak
berdosa secara syari'at. Silahkan sesuai keyakinan
masing-masing. Yang terpenting kita jangan berpecah-belah hanya karena
permasalahan ini dan saling menyalahkan.
Berikut kami sajikan fatwa
tentang bolehnya imunisasi dan vaksin serta menunjukkan bahwa semacam imunisasi
sudah ada dalam syari’at. Atau yang dikenal sekarang dengan imunisasi syari’at.
Ketika Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
ditanya tentang hal ini,
ما هو الحكم في التداوي قبل وقوع الداء كالتطعيم؟
“Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa
musibah?”
Beliau menjawab,
لا بأس
بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من وقوع الداء بسببها فلا
بأس بتعاطي الدواء لدفع البلاء الذي يخشى منه لقول النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث
الصحيح: «من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم (1) » وهذا من باب
دفع البلاء قبل وقوعه فهكذا إذا خشي من مرض وطعم ضد الوباء الواقع في البلد أو في أي
مكان لا بأس بذلك من باب الدفاع، كما يعالج المرض النازل، يعالج بالدواء المرض الذي
يخشى منه.
“La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan
cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau
sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari
wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam hadits shahih (yang artinya),“Barangsiapa makan tujuh
butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir
atau racun”
Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum
terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan
dilakukan immunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di
mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan
pencegahan. Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit
yang dikhawatirkan kemunculannya.
[sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/238]
Perlu
diketahui juga bahwa di Saudi Arabia sendiri untuk pendaftaran haji melalui
hamlah (travel) diwajibkan bagi setiap
penduduk asli maupun pendatang untuk memenuhi syarat tath'im (vaksinasi)
karena banyaknya wabah yang tersebar saat haji nantinya. Syarat inilah yang
harus dipenuhi sebelum calon haji dari Saudi mendapatkan tashrih atau izin
berhaji yang keluar lima tahun sekali.
Jangan meyebarluaskan
penolakan imunisasi
Merupakan tindakan yang
kurang bijak bagi mereka yang menolak imunisasi, menyebarkan keyakinan mereka
secara luas di media-media, memprovokasi agar menolak keras imunisasi dan
vaksin, bahkan menjelek-jelekkan pemerintah. Sehingga membuat keresahan
dimasyarakat. Karena bertentangan dengan
pemerintah yang membuat dan mendukung program imunisasi.
Hendaknya ia menerapkan
penolakan secara sembunyi-sembunyi. Sebagaimana kasus
jika seseorang melihat hilal Ramadhan dengan jelas dan sangat yakin, kemudian
persaksiannya ditolak oleh pemerintah. Pemerintah belum mengumumkan besok
puasa, maka hendaknya ia puasa sembunyi-sembunyi besok harinya dan jangan
membuat keresahan di masyarakat dengan mengumumkan dan menyebarluaskan
persaksiannya akan hilal, padahal sudah ditolak oleh pemerintah. Karena hal ini
akan membuat perpecahan dan keresahan di masyarakat.
Islam mengajarkan kita agar tidak
langsung menyebarluaskan setiap berita atau isu ke masyarakat secara umum.
Hendaklah kita jangan mudah termakan berita yang kurang jelas atau isu murahan
kemudian ikut-kutan menyebarkannya padahal ilmu kita terbatas mengenai hal
tersebut. Hendaklah kita menyerahkan kepada kepada ahli dan tokoh yang
berwenang untuk menindak lanjuti, meneliti, mengkaji, dan menelaah berita atau
isu tersebut. Kemudian merekalah yang lebih mengetahui dan mempertimbangkan
apakah berita ini perlu diekspos atau disembunyikan.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا جَاءهُمْ
أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى
الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ
يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ
لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita
tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat
Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja
(di antaramu).” [An-Nisa: 83]
Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’diy rahimahullah
menafsirkan ayat ini,
هذا تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا
جاءهم أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو بالخوف
الذي فيه مصيبة عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر، بل يردونه إلى الرسول
وإلى أولي الأمر منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة، الذين يعرفون الأمور
ويعرفون المصالح وضدها. فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا
من أعدائهم فعلوا ذلك. وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على
مصلحته، لم يذيعوه
“Ini adalah pengajaran dari Allah kepada Hamba-Nya
bahwa perbuatan mereka [menyebarkan berita tidak jelas] tidak selayaknya
dilakukan. Selayaknya jika datang kepada mereka suatu perkara yang penting,
perkara kemaslahatan umum yang berkaitan dengan keamanan dan ketenangan kaum
mukminin, atau berkaitan dengan ketakutan akan musibah pada mereka, agar
mencari kepastian dan tidak terburu-buru menyebarkan berita tersebut. Bahkan
mengembalikan perkara tersebut kepada Rasulullah
dan [pemerintah] yang berwenang mengurusi perkara tersebut yaitu cendikiawan,
ilmuwan, peneliti, penasehat, dan pembuat kebijaksanan. Merekalah yang
mengetahui berbagai perkara dan mengetahui kemaslahatan dan kebalikannya. Jika
mereka melihat bahwa dengan menyebarkannya ada kemaslahatan, kegembiraan, dan
kebahagiaan bagi kaum mukminin serta menjaga dari musuh, maka mereka akan
menyebarkannya Dan jika mereka melihat tidak ada kemaslahatan
[menyebarkannya] atau ada kemaslahatan tetapi madharatnya lebih besar, maka
mereka tidak menyebarkannya. [Taisir Karimir Rahman
hal. 170, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama, 1424 H]
Sebaiknya kita menyaring dulu berita yang sampai kepada
kita dan tidak semua berita yang kita dapat kemudian kita sampaikan semuanya. Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah sebagai bukti kedustaan seseorang bila ia menceritakan segala
hal yang ia dengar.” [HR. Muslim]
Demikianlah semoga kelegaan ini bisa juga membuat kaum
muslimin yang juga sebelumnya berada di dalam kebingungan juga bisa menjadi
lega.
Kami sangat berharap adanya masukan, kritik dan saran
kepada kami mengenai hal ini. Jika ada informasi yang tegas dari pemerintah
tentang wajibnya imunisasi secara mutlak, kami mohon diberitahukan.
Pendapat kami pribadi mengenai imunisasi dan
vaksin
Hati kami merasa lebih tentram dengan condong ke arah pihak
yang pro. Wallahu ‘alam. Kami memang memiliki latar belakang pendidikan
kedokteran, sehingga mungkin ada yang mengira kami terpengaruh oleh ilmu kami
sehingga mendukung imunisasi dan vaksinasi. Akan tetapi, justru karena kami memiliki
latar belakang tersebut, kami bisa menelaah lebih dalam lagi dan mencari
fakta-fakta yang kami rasa lebih menentramkan hati kami. Berikut kami berusaha menjabarkannya dan menjawab
apa yang menjadi alasan mereka menolak imunisasi.
Vaksin haram?
Ini yang cukup meresahkan karena sebagian besar masyarakat
Indonesia adalah muslim. Namun mari kita kaji, kita ambil contoh vaksin polio
atau vaksin meningitis yang produksinya menggunakan enzim tripsin dari serum
babi. Belakangan ini menjadi buah bibir karena cukup meresahkan jama’ah haji
yang diwajibkan pemerintah Arab Saudi vaksin, karena mereka tidak ingin terkena
atau ada yang membawa penyakit tersebut ke jama’ah haji di Mekkah.
Banyak penjelasan dari berbagai pihak, salah satunya
dari Drs. Iskandar, Apt., MM, -Direktur Perencanaan dan pengembangan PT. Bio
Farma (salah satu perusahaan pembuat vaksin di Indonesia)- yang mengatakan
bahwa enzim
tripsin babi masih digunakan dalam pembuatan vaksin, khususnya vaksin polio
(IPV). Beliau mengatakan,
“Air
PAM dibuat dari air sungai yang mengandung berbagai macam kotoran dan najis,
namun menjadi bersih dan halal stetalh diproses”. Beliau juga mengatakan,
“Dalam proses pembuatan vaksin, enzim tripsin babi hanya dipakai sebagai enzim
proteolitik [enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisah sel/protein].
Pada hasil akhirnya [vaksin], enzim tripsin yang merupakan unsur turunan dari
pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan mengalami proses
pencucian, pemurnian dan penyaringan.” [sumber: http://www.scribd.com/doc/62963410/WHO-Batasi-Penggunaan-Babi-Untuk-Pembuatan-Vaksin]
Jika ini benar, maka tidak bisa kita katakan bahwa vaksin
ini haram, karena minimal bisa kita
kiaskan dengan binatang jallalah, yaitu binatang yang biasa memakan
barang-barang najis.
Binatang ini bercampur dengan najis yang haram dimakan, sehingga perlu dikarantina
kemudian diberi makanan yang suci dalam beberapa hari agar halal dikonsumsi.
Sebagian ulama berpendapat minimal tiga hari dan ada juga yang berpendapat
sampai aroma, rasa dan warna najisnya hilang.
Imam Abdurrazaq
As-Shan’ani rahimahullah meriwayatkan,
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَحْبِسُ الدَّجَاجَةَ ثَلَاثَةً إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ
بَيْضَهَا
“Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya beliau mengurung [mengkarantina]
ayam yang biasa makan barang najis selama tiga hari jika beliau ingin memakan
telurnya.” [Mushannaf Abdurrazaq no. 8717]
Kalau saja binatang yang jelas-jelas bersatu langsung
dengan najis -karena makanannya kelak akan menjadi darah dan daging- saja
bisa dimakan, maka jika hanya sebagai katalisator sebagaimana penjelasan di atas
serta tidak dimakan, lebih layak lagi untuk dipergunakan atau minimal sama.
Perubahan benda najis atau haram menjadi suci
Kemudian ada istilah [استحالة]
“istihalah” yaitu perubahan benda najis atau haram menjadi benda yang
suci yang telah berubah sifat dan namanya. Contohnya adalah jika kulit bangkai
yang najis dan haram disamak, maka bisa menjadi suci atau jika khamr menjadi
cuka -misalnya dengan penyulingan- maka
menjadi suci. Pada enzim babi vaksin tersebut telah berubah nama dan sifatnya
atau bahkan hanya sebagai katalisator pemisah, maka yang menjadi patokan adalah
sifat benda tersebut sekarang.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan
masalah istihalah,
وَاَللَّهُ - تَعَالَى - يُخْرِجُ الطَّيِّبَ مِنْ الْخَبِيثِ وَالْخَبِيثَ
مِنْ الطَّيِّبِ، وَلَا عِبْرَةَ بِالْأَصْلِ، بَلْ بِوَصْفِ الشَّيْءِ فِي نَفْسِهِ،
وَمِنْ الْمُمْتَنِعِ بَقَاءُ حُكْمِ الْخُبْثِ وَقَدْ زَالَ اسْمُهُ وَوَصْفُهُ،
“Dan Allah Ta’ala mengeluarkan benda yang suci
dari benda yang najis dan mengeluarkan benda yang najis dari benda yang suci. Patokan
bukan pada benda asalnya, tetapi pada sifatnya yang terkandung pada benda
tersebut [saat itu]. Dan tidak boleh menetapkan hukum najis jika telah
hilang sifat dan berganti namanya.” [I’lamul muwaqqin ‘an rabbil ‘alamin
1/298, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, Cetakan pertama, 1411 H, Asy-Syamilah]
Percampuran benda najis atau haram dengan benda suci
Kemudian juga ada istilah [استحلاك]
“istihlak” yaitu bercampurnya benda najis atau haram pada benda yang
suci sehingga mengalahkan sifat najisnya , baik rasa, warna, dan baunya. Misalnya hanya beberapa tetes khamr pada air
yang sangat banyak. Maka tidak membuat haram air tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
“Air itu suci, tidak ada yang menajiskannya sesuatu pun.” [Bulughul
Maram, Bab miyah no.2, dari Abu Sa’id Al-Khudriy]
كَانَ اَلْمَاءَ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ اَلْخَبَثَ - وَفِي لَفْظٍ:
- لَمْ يَنْجُسْ
“Jika air mencapai dua qullah tidak mengandung najis”,
di riwayat lain, “tidak najis” [Bulughul Maram,
Bab miyah no.5, dari Abdullah bin Umar]
Maka enzim babi vaksin yang hanya sekedar katalisator
yang sudah hilang melalui proses pencucian, pemurnian, dan penyulingan sudah
minimal terkalahkan sifatnya.
Jika kita memilih vaksin adalah haram
Berdasarkan fatwa MUI bahwa vaksin haram tetapi boleh
digunakan jika darurat. Bisa dilihat di berbagai sumber salah satunya cuplikan
wawancara antara Hidayatullah dan KH. Ma’ruf Amin selaku Ketua Komisi Fatwa MUI [halaman 23], sumber:
Berobat dengan yang haram
Jika kita masih berkeyakinan bahwa vaksin haram, mari
kita kaji lebih lanjut. Bahwa ada kaidah fiqhiyah,
الضرورة تبيح
المحظورات
“Darurat itu membolehkan
suatu yang dilarang”
Kaidah ini dengan syarat:
1.
Tidak ada
pengganti lainnya yang mubah.
2.
Digunakan sekadar
mencukupi
saja untuk memenuhi kebutuhan.
Inilah landasan yang digunakan MUI, jika kita
kaji sesuai dengan syarat:
1.
Saat itu
belum ada pengganti vaksin lainnya
Adapun yang berdalil bahwa
bisa diganti dengan jamu,
habbatussauda, atau madu [bukan berarti kami merendahkan pengobatan nabi dan tradisional], maka kita jawab bahwa itu adalah pengobatan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Sebagaimana jika kita
mengobati virus tertentu, maka secara teori bisa sembuh dengan meningkatkan
daya tahan tubuh, akan tetapi bisa sangat lama dan banyak faktor, bisa saja dia mati sebelum daya
tahan tubuh meningkat. Apalagi untuk jamaah haji, syarat satu-satunya adalah vaksin.
2.
Enzim babi
pada vaksin hanya sebagai katalisator, sekedar penggunaannya saja.
Jika ada yang berdalil dengan,
إن الله خلق الداء والدواء، فتداووا، ولا تتداووا بحرام
”Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah,
dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” [HR. Thabrani. Dinilai hasan oleh
Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 1633]
Maka, pendapat terkuat bahwa pada pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali dalam
kondisi darurat, dengan syarat:
1.
Penyakit tersebut adalah penyakit
yang harus diobati.
2.
Benar-benar yakin bahwa obat ini
sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
3.
Tidak ada pengganti lainnya yang
mubah.
Berlandaskan pada kaidah fiqhiyah,
إذا
تعارض ضرران دفع أخفهما.
”Jika ada dua
mudharat (bahaya) saling berhadapan maka diambil yang paling ringan.“
Dan Maha Benar Allah yang memang
menciptakan penyakit namun pasti ada obatnya. Kalau tidak ada obatnya sekarang,
maka hanya karena manusia belum
menemukannya. Terbukti baru-baru ini telah ditemukan vaksin meningitis yang
halal, dan MUI mengakuinya.
Bisa dilihat pernyataan berikut,
“Majelis Ulama Indonesia
menerbitkan sertifikat halal untuk vaksin meningitis produksi Novartis Vaccines
and Diagnostics Srl dari Italia dan Zhejiang Tianyuan Bio-Pharmaceutical asal
China. Dengan terbitnya sertifikat halal, fatwa yang membolehkan penggunaan
vaksin meningitis terpapar zat mengandung unsur babi karena belum ada vaksin
yang halal menjadi tak berlaku lagi.”
”Titik kritis keharaman vaksin ini terletak pada
media pertumbuhannya yang kemungkinan bersentuhan dengan bahan yang berasal
dari babi atau yang terkontaminasi dengan produk yang tercemar dengan najis
babi,” kata Ketua MUI KH Ma’ruf
Amin di Jakarta, Selasa (20/7).
Semoga kelak akan ditemukan vaksin lain yang
halal misalnya vaksin polio, sebagaimana usaha WHO juga mengupayakan hal
tersebut. WHO yang dituduh sebagai antek-antek negara barat dan Yahudi, padahal
tuduhan ini tanpa bukti dan hanya berdasar paranoid terhadap dunia barat.
Berikut penyataannya,
“Menurut Neni [peneliti senior PT. Bio
Farma], risiko penggunaan unsur
binatang dalam pembuatan vaksin sebenarnya tidak hanya menyangut halal atau
haram. Bagi negara non-muslim sekalipun, penggunaan unsur binatang mulai
dibatasi karena berisiko memicu transmisi penyakit dari binatang ke manusia”.
"WHO
mulai membatasi, karena ada risiko transmisi dan itu sangat berbahaya. Misalnya
penggunaan serum sapi bisa menularkan madcow (sapi gila)," ungkap Neni dalam jumpa pers Forum Riset
Vaksin Nasional 2011 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (26/7/2011)
Fatwa MUI pun tidak selamat, tetap saja dituduh ada konspirasi di balik itu. Maka
kami tanyakan kepada mereka,
“Apakah mereka bisa memberikan solusi, bagaimana supaya jama’ah haji
Indonesia bisa naik haji, karena pemerintah Saudi mempersyaratkan harus vaksin
meningitis jika ingin berhaji. Hendaklah kita berjiwa besar, jangan hanya bisa
mengomentari dan mengkritik tetapi tidak bisa memberikan jalan keluar.”
Agama Islam adalah agama yang mudah dan tidak kaku,
Allah tidak menghendaki kesulitan kepada hambanya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” [Al-Hajj: 78]
Jika masih saja tidak boleh dan haram
bagaimanapun juga kondisinya
Jika masih berkeyakinan bahwa vaksin itu omong kosong,
haram dan tidak berguna, maka ketahuilah, vaksin inilah yang memberikan
kekuatan psikologis kepada kami para tenaga kesehatan untuk bisa menolong dan
mengobati masyarakat umum. Jika kami -tenaga kesehatan- tidak melakukan
vaksinasi hepatitis B, seandainya mereka yang kontra vaksinasi terkena
hepatitis B dan perlu disuntik atau dioperasi, maka saya atau pun tenaga medis lainnya
akan berpikir dua kali untuk melakukan operasi jika mereka belum divaksin
hepatitis B. Maka hati kami akan gusar dalam menjalankan tugas kami, kita tidak
tahu jika ada pasien yang luka, berdarah, lalu kita bersihkan lukanya, kemudian
ternyata diketahui bahwa dia berpenyakis hepatitis B. Karena keyakinan sudah
divaksinasi hepatitis B, maka hal itu membuat kami bisa menjalaninya.
Begitu juga jika istri mereka hendak melahirkan
dan terkena hepatitis B, bidan yang membantu mereka akan berpikir dua kali untuk
membantu persalinan jika dia belum vaksin hepatitis B. Karena hepatitis B
termasuk penyakit kronis dengan prognosis buruk, belum ditemukan dengan pasti
obatnya.
Benarkah konspirasi dan akal-akalan Barat dan
Yahudi?
Untuk memastikan hal ini perlu penelitian dan
fakta yang jelas, dan sampai sekarang belum ada bukti yang
kuat mengenai hal ini. Walapun mereka kafir tetapi Islam mengajarkan tidak
boleh dzalim tehadap mereka, dengan menuduh tanpa bukti dan berdasar paranoid
selama ini. Begitu juga WHO sebagai antek-anteknya.
Malah yang ada adalah bukti-bukti bahwa tidak
ada konspirasi dalam hal ini, berikut kami bawakan beberapa di antaranya:
1.
Pro-kontra imunisasi dan vaksin tidak hanya
berada di Negara Islam dan Negara berkembang saja, tetapi dinegara-negara barat
dan Negara non-Islam lainnya seperti di Filipina dan Australia
Pro-kontra
imunisasi sudah ada sejak Pasteur mengenalkan imunisasi rabies, sampai
keputusan imunisasi demam tifoid semasa perang Boer. Demikian juga penentang
imunisasi cacar di Inggris sampai membawanya di parlemen Inggris. Para Ibu di
Jepang dan Inggris menolak imunisasi DPT karena menyebabkan reaksi panas (demam). [Pedoman Imunisasi di Indonesia hal. 361]
2. Amerika melakukan
imunisasi bagi pasukan perang mereka. Ini menjawab
tuduhan bahwa imuniasi hanya untuk membodohi Negara muslim dan sudah tidak
populer di Negara barat, bahkan mereka mengeluarkan jurnal penelitian resmi
untuk meyakinkan dan menjawab pihak kontra imunisasi. Salah satunya adalah
jurnal berjudul, “Immunization to Protect the US Armed
Forces: Heritage, Current Practice, and Prospects” Sangat
lucu jika mereka mau bunuh diri dengan melemahkan dan membodohi pasukan perang
mereka dengan imunisasi.
3. WHO juga sedang meneliti pengembangan imunisasi
tanpa menggunakan unsur binatang sebagaimana kita jelaskan sebelumnya.
Uang di balik
imunisasi?
Jika memang ada bisnis uang orang-orang Yahudi
di balik imunisasi, maka ini perlu ditinjau lagi, karena Indonesia sudah
memproduksinya sendiri, misalnya PT. Bio Farma. Jika memang mereka
ingin memeras negara muslim, mengapa mereka tidak monopoli
saja, tidak memberikan teknologinya kepada siapa pun.
Imunisasi tidak menjamin 100%
Tidak
ada yang obat yang bisa menjamin 100% kesembuhan dan menjamin 100%
pencegahan. Semua tergantung banyak faktor, salah satunya adalah daya
tahan tubuh kita. Begitu juga dengan imunisasi, sehingga beberapa orang
mempertanyakan imunisasi hanya karena beberapa kasus penyakit campak, padahal penderita sudah diimunisasi campak.
Semua obat pasti ada efek sampingnya
Bahkan madu, habbatussauda,
dan bekam juga ada efek sampingnya, hanya saja kita bisa menghilangkan atau
meminimalkannya jika sesuai aturan. Begitu juga dengan imunisasi yang dikenal
dengan istilah KIPI [Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi]. Misalnya,
sedikit demam, dan ini semua sudah dijelaskan dan ada penanganannya.
Anak yang tidak imunisasi lebih sehat?
Ada pengakuan bahwa anaknya yang tidak
diimunisasi lebih sehat dan pintar dari yang diimunisasi. Maka kita jawab, bisa
jadi itu karena faktor-faktor lain
yang tidak terkait dengan imunisasi, dan perlu dibuktikan. Banyak orang-orang miskin dan kumuh anaknya
lebih sehat dan lebih pintar dibandingkan mereka yang kaya dan pola hidupnya sehat. Apakah kita akan mengatakan, jadi orang miskin
saja supaya lebih sehat? Kita
tahu sebagian besar anak Indonesia diimunisasi dan lihatlah mereka semuanya
banyak yang pintar-pintar dan menjuarai berbagai olimpiade tingkat internasional. Apakah kita kemudian akan mengatakan, ikut imunisasi
saja supaya bisa menjuarai olimpiade tingkat internasional? Sehingga, jangan
karena satu dua kasus, kemudian kita menyamakannya pada semua kasus.
Penelitian tentang kegagalan imunisasi dan
vaksin yang setengah-setengah
Umumnya penelitian-penelitian ini adalah
penelitian tahun lama yang kurang bisa dipercaya, mereka belum memahami benar
teori imunologi yang terus berkembang. Kemudian tahun 2000-an muncul kembali yaitu peneliti Wakefield dan Montgomerry yang mengajukan laporan penelitian
adanya hubungan vaksin MMR dengan autism pada anak. Ternyata penelitian ini
tidak menggunakan paradigm epidemiologik, tetapi paradigma imunologi atau
biomolekuler yang belum memberikan bukti shahih. Bukti juga masih
sepotong-potong. Baik pengadilan London maupun redaksi majalah yang memuat
tulisan ini akhirnya menyesal dan menyatakan bukti yang diajukan lemah dan
kabur. [Pedoman Imunisasi di Indonesia hal 366-367]
Keberhasilan vaksin memusnahkan
cacar [smallpox] di bumi
Bukan cacar air [varicella] yang
kami maksud, tetapi cacar smallpox. Yang sebelumnya mewabah di berbagai negara dan sekarang hampir semua negara menyatakan
negaranya sudah tidak ada lagi penyakit ini.
“Following
their jubilant announcement in 1980 that smallpox had finally been eradicated
from the world, the World Health Organization lobbied for the numbers of
laboratories holding samples of the virus to be reduced. In 1984 it was agreed
that smallpox be kept in only two WHO approved laboratories, in Russia and
America”
“Setelah
pengumuman gembira mereka pada tahun 1980 bahwa cacar akhirnya telah diberantas
dari bumi, WHO melobi agar jumlah laboratorium yang memegang sampel virus bisa dikurangi. Pada tahun 1984,
disepakati bahwa (virus) cacar hanya disimpan di dua laboratorium yang disetujui WHO, yaitu di Rusia dan
Amerika.”
Lihat bagaimana dua negara adidaya saat itu
yang saling berperang berusaha mendapatkan ilmu ini dengan menyimpan bibit
penyakit tersebut. Jika ini hanya main-main dan bohong belaka, mengapa harus
diperebutkan oleh banyak negara dan akhirnya dibatasi dua Negara saja. Lihat
juga karena vaksinlah yang menyelamatkan dunia dari wabah saat itu, dengan izin
Allah Ta’ala.
Dukung Imunisasi
Polio Pemerintah
Kita tidak boleh memaksa, kita
hanya bisa mengarahkan. Sama dengan wabah cacar, maka polio juga menjadi
sasaran pemusnahan di muka bumi.
Oleh karena itu, semua orang harus ikut serta sehingga virus polio bisa musnah di muka bumi ini. Jika ada beberapa orang saja yang masih membawa
virus ini kemudian menyebar, maka program ini akan gagal. Di Indonesia pemerintah mencanangkannya
dengan “Indonesia
Bebas Polio”. Mengingat penyakit in
sangat berbahaya dengan kemunculan gejala yang cepat.
Mungkin kita harus belajar dari kasus yang terjadi di
Belanda. Di sana, ada daerah-daerah yang karena faktor religius, mereka menolak
untuk divaksin, biasa disebut "Bible Belt", mereka tersebar di
beberapa daerah di Belanda. Akibatnya, terjadi outbreak (wabah) virus Measles
antara tahun 1999-2000 dengan lebih dari 3000 kasus virus Measles dan setelah
diteliti ternyata terjadi di daerah-daerah yang didominasi oleh orang-orang
Bible Belt. Padahal kita tahu, sejak vaksin Measles berhasil ditemukan tahun
1965-an [sekarang vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)], kasus Measles sudah
hampir tidak ada lagi.
Maka ini menjadi pelajaran bagi kita, ketika daya
tahan tubuh kita tidak memiliki pertahanan tubuh spesifik untuk virus tertentu,
bisa jadi kita terjangkit virus tersebut dan menularkannya kepada orang lain
bahkan bisa jadi menjadi wabah. Karena bisa jadi, untuk membangkitkan daya
tahan spesifik terhadap serangan virus tertentu yang berbahaya, sistem imunitas
kita kalah cepat dengan serangan virusnya, sehingga bisa barakibat fatal. Dan
inilah yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi. Itulah mengapa pemerintah
sangat ingin agar imunisasi bisa mencakup hampir 100% anak, agar setiap orang
mempunyai daya tahan tubuh spesifik terhadap virus tersebut. [dua paragraf di
atas adalah tambahan dari editor, Jazahumullahu khair atas tambahan
ilmunya]
Keberhasilan teori dimana
teori tersebut menjadi dasar teori imunisasi
Imunisasi dibangun di atas teori sistem imunitas (sistem
pertahanan tubuh) dengan
istilah-itilah yang mungkin pernah didengar seperti antibodi, immunoglubulin, sel-B, sel-T, antigen, dan lain-lain. Teori inilah yang melandasi ilmu kedokteran barat yang
saat ini digunakan oleh sebagian besar masyarakat dunia. Dan sudah terbukti.
Bagaimanakah sebuah obat penekan sistem imunitas bekerja seperti
kortikosteroid, bagaimana obat-obat yang mampu meningkatkan sistem imun. Bahkan
habbatussauda pun diteliti dan sudah ada jurnal kedoktean resmi yang
menyatakan bahwa habbatussauda dapat
meningkatkan sistem imun. Semua dibangun di atas teori
ini. Dan masih banyak lagi, misalnya vaksin bisa ular. Bagaimana seorang yang digigit ular berbisa
kemudian bisa selamat dengan perantaraan vaksin ini. Vaksin tetanus, rabies,
dan lain-lainnya
Demikian yang dapat kami jabarkan, kami tidak memaksa
harus mendukung imunisasi. Tetapi silahkan para pembaca yang menilai sendiri. Yang terpenting adalah kami
telah menyampaikan cara menyikapi pro dan kontra imunisasi. Kami juga tetap berkeyakinan bahwa pengobatan
nabawi adalah yang
terbaik, seperti
madu, habbatussauda, dan lain-lain. Sehingga jangan ditinggalkan hanya karena sudah
diimunisasi.
Semoga
bermanfaat bagi kaum muslimin. Kami terbuka untuk berdiskusi karena belum
tentu kami yang benar. Kebenaran hanya milik Allah Ta’ala semata.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa
sallam.
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
22 Syawwal 1432 H,
Bertepatan 21 September 2011
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.
Muraja’ah: Ustadz Aris Munandar, SS. MA.
Guru agama kami, kami banyak mengambil ilmu agama dari beliau
Editor Bahasa: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, ST.
Senior dan guru bahasa Arab kami, sering membimbing dan
menyemangati kami dalam menuntut ilmu agama
Editor medis: dr. Muhammad Saifudin Hakim
seorang penulis buku, dosen di Fak. Kedokteran UGM, kakak
tingkat kami di FK UGM
sedang menempuh S2 Research Master of Infection and
Immunity
di Erasmus University Medical Centre Rotterdam,
Netherlands
Semoga Allah menjaganya di sana dan pulang ke Indonesia
dengan Ilmu yang dibawa.
5 komentar:
assalamualaikum, mbak, kajianya daleeem banget, positif negatif, dari sisi ini, itu, he hehe, jadi inget jaman kemaren , ambil keputusan main ambil aja, jazakillaku atas sharingnya yaa, , ditunggu kajian lainnya, btw , background nya kedokterankah??
maaf , gak baca yang paling bawah, FK UGM
@the story of cake on dish:
wa'alaikumussalaam warohmatulloh.. alhamdulillaah, semoga bermanfaat, saya juga hanya share. penulis aslinya dr. raehan
Afwan sebelumnya, ana belum izin tapi udah naut blog mbak Dewi di blog ana, izin naut ya...
monggo, silakan de win..
Posting Komentar